Penulis: Rina Ari Rohmah, M.Pd. (Dosen Universitas Pasir Pengaraian; Mahasiswa Program Studi Pendidikan Program Doktor Universitas Riau).
Indonesia, sebagai negara yang
dikenal dengan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika", seharusnya menjadi
teladan dalam merayakan keberagaman. Namun, isu terkini mengenai larangan
berjilbab bagi anggota paskibraka telah memicu perdebatan yang mengusik esensi
kemerdekaan dan keberagaman kita.
Larangan berjilbab tentu
menimbulkan kontroversi yang menciderai semangat keberagaman.
Kebijakan semacam ini berlawanan
dengan etos multikulturalisme yang telah lama kita anut sebagai bangsa.
Penerapan aturan tersebut bukan hanya berbenturan dengan kebebasan individu
dalam menjalankan keyakinan agamanya, tetapi juga menggerus asas-asas keterbukaan
yang menjadi pilar penting dalam bangunan negara kita.
Reinterpretasi makna keseragaman
bertujuan menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, adaptif, dan harmonis,
sambil tetap mempertahankan manfaat dari standarisasi tertentu. Ini dapat
diterapkan dalam berbagai konteks, dari kebijakan organisasi hingga norma
sosial yang lebih luas. Paskibraka memang mengedepankan keseragaman, tetapi
keseragaman seharusnya tidak menghilangkan identitas keagamaan. Keseragaman
dalam konteks kemerdekaan Indonesia seharusnya mencakup keberagaman, bukan
menghapusnya.
Pemerintah perlu mengambil
langkah tegas untuk memastikan bahwa setiap kebijakan, termasuk dalam hal
seragam nasional, menghormati keberagaman. Kebijakan inklusif akan memperkuat,
bukan melemahkan, persatuan bangsa.
Isu ini menyoroti pentingnya
pendidikan toleransi dan penghargaan terhadap keberagaman sejak dini. Sekolah
dan institusi pemerintah harus menjadi garda terdepan dalam mempromosikan
nilai-nilai ini. UUD 1945 menjamin kebebasan beragama. Larangan berjilbab bagi
paskibraka perlu ditinjau ulang karena berpotensi melanggar hak konstitusional
warga negara.
Media memiliki tanggung jawab
besar dalam membingkai isu ini secara berimbang. Pemberitaan yang sensitif dan
edukatif dapat membantu masyarakat memahami kompleksitas masalah ini. Selain
itu, penyelesaian kontroversi ini membutuhkan dialog terbuka antara pemerintah,
tokoh agama, dan masyarakat. Musyawarah untuk mencapai mufakat adalah cara
Indonesia dalam menyelesaikan persoalan kebangsaan. Kontroversi ini harus
dijadikan momen introspeksi nasional tentang sejauh mana kita telah memaknai
kemerdekaan dalam konteks keberagaman.
Pembatasan penggunaan jilbab pada
anggota paskibraka merupakan peringatan bahwa upaya memahami arti kemerdekaan
dalam konteks keberagaman masih memerlukan perjalanan panjang. Sebagai negara
yang telah bebas dari penjajahan, kita perlu terus mempertegas tekad untuk
menghargai perbedaan dan menjaga keragaman. Hanya dengan cara ini kita dapat
merealisasikan esensi kemerdekaan yang sesungguhnya, yaitu suatu kebebasan yang
mencakup seluruh komponen masyarakat tanpa membeda-bedakan.