Selamat hari sumpah pemuda!Designed by Freepik
Kami poetra dan poetri Indonesia
Mengakoe bertoempah darah jang satoe
Tanah Indonesia
Kami poetra dan poetri Indonesia
Mengakoe berbangsa jang satoe
Bangsa Indonesia
Kami poetra dan poetri Indonesia
Mendjoendjoeng bahasa persatoean
Bahasa Indonesia
(Ikrar Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928)
Seputardosen.com- Ya, seruan sumpah pemuda setiap 28 Oktober selalu menggema di seantero Indonesia. Seluruh lapisan masyarakat ikut berbahagia dan menyerukan momen bersejarah itu. Berbagai cara dilakukan untuk mengenang sejarah tersebut, baik lewat kata-kata motivasi, kritik sosial di media sosial, acara seremonial, acara perlombaan, bahkan aksi demonstran.
Sumpah pemuda merupakan sebuah kristalisasi perjuangan yang panjang bagi para pemuda di seluruh Indonesia. Perjuangan yang tidak lagi melihat batasan suku, adat, ras, dan agama. Menepis rasa primordialisme dengan satu tujuan, yaitu persatuan Indonesia. Pada hari itulah lahir sebuah bangsa, tanah air, dan bahasa Indonesia.
Kongres Pemuda II yang digagas oleh persatuan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) merupakan awal lahirnya Sumpah Pemuda. Kongres tersebut dihadiri oleh organisasi pemuda yang terdiri atas Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong bataks Bond, Pemoeda Indonesia, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Sekar Rukun, Jong Ambon, dan Pemuda Kaum Betawi. Untuk menghasilkan Sumpah Pemuda, kongres ini dilaksanakan di tiga gedung serta tiga rapat yang berbeda.
![]() |
Rina Ari Rohmah, M.Pd |
Terkait
dengan kebanggaan akan bahasa Indonesia, sudahkah kita mempunyai sikap bahasa
yang baik terhadap bahasa Indonesia? Bagaimana sikap bahasa generasi muda saat
ini?
Memang perlu diapresiasi para generasi muda yang menggalakkan dan mengisi hari sumpah pemuda dengan semangat nasionalisme. Namun, yang diharapkan adalah tidak hanya sekedar kata yang berseliweran, tetapi sikap yang ditunjukkan dengan cara berbahasa yang baik dan benar serta turut melestarikan bahasa Indonesia.
Sikap bahasa berkenaan dengan posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain (Kridalaksana, 2001:197). Berarti dalam hal ini sikap bahasa merupakan reaksi penilaian terhadap bahasa tertentu. Adapun ciri-ciri dari sikap bahasa menurut Garvin dan Matthiot (1968) yaitu, (1) kesetiaan bahasa, (2) kebanggaan bahasa, dan (3) kesadaran adanya norma bahasa.
Kesetiaan bahasa berkenaan tentang bagimana masyarakat suatu bahasa mempertahankan bahasanya, bahkan mencegah adanya pengaruh bahasa lain. Sementara itu, kebanggaan bahasa berarti masyarakat bahasa mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas dan juga kesatuan masyarakat. Sedangkan kesadaran adanya norma bahasa berarti masyarakat bahasa menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun. Hal ini merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan menggunakan bahasa.
Lalu, bagaimana kondisi sikap bahasa generasi muda saat ini? Sudahkah setia, bangga, dan sadar dengan adanya norma bahasa? Cerminan penggunaan bahasa Indonesia itu bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Tidak kita pungkiri bahwa media sosial memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap penggunaan bahasa Indonesia pada generasi muda milenial.
Banyak kalimat dan kosakata kekinian di dunia maya yang terucap dan seolah-olah sudah menjadi bagian dalam bahasa Indonesia. Generasi muda begitu cepat tanggap dalam memahami dan menerapkan kosakata gaul dalam komunikasi sehari-hari, bahkan lebih parahnya tidak sesuai dengan konteks berbahasa. Misalnya dalam forum formal, generasi muda mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa gaul. Berarti dalam hal ini generasi muda tidak setia dengan bahasa Indonesia.
Beberapa contoh kosakata yang kekinian yaitu bucin, halu, bestie, cringe, salty, pargoy, nolep, komuk, kepo, spill, dan masih banyak lagi. Kosakata tersebut tercipta bisa dari bahasa asing, bahasa daerah, ataupun bahasa Indonesia yang dimodifikasi. Terciptanya bahasa gaul tersebut menunjukkan masyarakat bahasa mampu mengembangkan bahasanya dan secepat itu dapat diterima dikalangannya bahkan yang tidak termasuk dalam kalangan remaja juga ikut-ikut untuk mempopulerkan. Seandainya saja, hal itu terjadi pada bahasa Indonesia. Masayarakat bahasa dengan bangga mengembangkan bahasa dan menggunakan sebagai lambang identitas, mempopulerkannya dalam sosial media dan juga kehidupan sehari-hari. Hal ini tentu sangat mencerminkan jiwa nasionalisme generasi muda.
Generasi muda tidak menampik bahwa fenomena penggunaan bahasa gaul tersebut dapat merusak norma bahasa. Sebagai manusia terpelajar, tentu mereka tahu bahwa bahasa-bahasa gaul tersebut dapat menggeser eksistensi bahasa Indonesia. Namun, kesadaran akan sikap bahasa yang positif terhadap bahasa Indonesia belum terealisasikan oleh generasi muda. Mereka malah semakin asyik untuk menambah pengetahuannya terhadap bahasa gaul melalui media sosial yang sudah menjadi ‘kebutuhannya’ sehari-hari.
Menyikapi hal tersebut, penulis mencoba memberikan perhatian pada generasi muda agar peranan bahasa Indonesia tetap bermartabat di mata dunia. Hal yang sebaiknya dilakukan adalah: (1) Menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Maksud dari baik yaitu menggunakan bahasa sesuai konteksnya. Dalam hal ini berarti generasi muda dapat memilih ragam bahasa yang sesuai dengan situasi. Jika situasinya formal, tentu harus menggunakan bahasa baku namun jika situasinya nonformal, bisa menggunakan ragam santai (tidak baku). Sementara itu, menggunakan bahasa Indonesia yang benar berarti menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang meliputi tata bahasa, ejaan, dan pembentukan istilah; (2) Meningkatkan kebanggaan terhadap bahasa Indonesia. Maksudnya adalah generasi muda harus percaya diri dalam menggunakan bahasa Indonesia. Jadi, dalam hal ini generasi muda mulai membatasi penggunaan bahasa asing yang tidak baku dan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia; (3) Memperbanyak perbendaharaan kata. Minimnya pemahaman seseorang terhadap suatu kata mengakibatkan seseorang sulit bahkan gagal dalam memahami bacaan dan juga memahami pembicaraan. Seseorang yang memiliki perbendaharaan kata yang banyak, membuat karya tulisnya lebih ekspresif ketika dibaca, pun dalam hal lisan, seseorang akan terlihat berwawasan luas jika didengar dari kosakata yang diucapkannya; (4) Mengetahui perkembangan bahasa baru. Sesuai dengan sifatnya, bahasa itu dinamis, yaitu bisa saja terjadi perubahan ataupun penambahan kosakata baru sesuai dengan perkembangan zaman. Misalnya kata gawai, pranala, swafoto, dan jastip sekarang sudah dimasukkan ke dalam KBBI.
Selain empat poin yang telah dijelaskan, sebenarnya masih banyak kiat yang dapat dilakukan generasi muda dalam melestarikan bahasa Indonesia. Hal itu tergantung pada jiwa nasionalisme masing-masing warga negara Indonesia dan tentunya juga harus didukung oleh pihak-pihak terkait, yaitu pemerintah, lembaga pendidikan, media massa, dan masyarakat. Pihak-pihak tersebut sangat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sikap bahasa masyarakat Indonesia, terlebih generasi muda.
Terkait
sikap bahasa, seyogyanya kita harus bangga terhadap bahasa Indonesia karena
berdasarkan informasi yang diperoleh dari suarapemerintah.id bahwa sekitar 56 negara dan 222 lembaga bahasa di dunia, saat ini tengah mempelajari
bahasa Indonesia baik secara formal maupun nonformal. Potensi tersebut bisa
menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional. Jadi, tidak ada
alasan lagi bagi kita sebagai warga negara Indonesia untuk tetap bangga dan
melestarikan bahasa Indonesia. Kita jadikan semangat sumpah pemuda sebagai
titik balik untuk menjunjung tinggi bahasa persatuan dan mampu bersaing di
kancah internasional. Hidup Indonesia!
Penulis:
Rina Ari Rohmah, M.Pd.,
Mahasiswa S3 Pendidikan Program Doktor Universitas Riau dan juga Dosen di
Universitas Pasir Pengaraian.