![]() |
Perawati, M.Pd |
Seputardosen.com- Ungkapan
“gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar” sudah menjadi slogan di
kalangan masyarakat, baik melalui jasa guru maupun jasa media massa. Kenyataannya
masih banyak di kalangan masyarakat Indonesia yang tidak mempraktikkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Bahasa yang digunakan masyarakat dalam komunikasi lisan
cenderung bersifat komunikatif. Maksudnya bahasa yang disampaikan mudah
dipahami sehingga pesan yang disampaikan oleh pembicara dapat dimengerti oleh
pendengar.
Bahasa
dapat didefinisikan sebagai sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang
digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan
mengidentifikasi diri. Bahasa merupakan bagian dari kehidupan masyarakat
penuturnya. Bagi masyarakat Indonesia, bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan
fungsi di dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.
Kedudukan
dan fungsi bahasa Indonesia terdiri atas dua, yaitu sebagai bahasa nasional dan
sebagai bahasa Negara. Sejak diikrarkan Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda,
bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional. Sumpah Pemuda memuat tiga ikrar, yang
secara utuh berbunyi sebagai berikut. Pertama, kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe
bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kedua, kami poetra dan poetri
Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga, kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa
persatoean, bahasa Indonesia (Ikrar Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Di
dalam Keputusan Seminar Politik Bahasa Nasional 1975 dinyatakan bahwa sebagai
bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggan
nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu masyarakat yang
berbeda latar belakang sosial, budaya dan bahasanya, dan (4) alat perhubungan
antarbudaya dan antardaerah.
Pada
tahun 1945, bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan mendapat kedudukan yang
lebih tinggi, yaitu sebagai bahasa Negara. Kepastian itu dinyatakan dalam Pasal
36 UUD 1945, yang menyatakan, ”Bahasa Negara adalah bahasa Indonesia. Bahasa
Indonesia tidak saja menjadi sarana penghubung antarsuku bangsa Indonesia,
melainkan menjadi bahasa resmi dalam penyelenggaran negara Indonesia.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa
Negara, berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar
resmi dalam dunia pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan, (3) bahasa resmi di
dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan (4) bahasa resmi dalam
pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (Sugono,
2004: 3). Jadi, perkembangan bahasa Indonesia sudah mencapai puncak
kemerdekaan.
Bahasa tidak hanya sekedar sebagai alat
komunikasi, namun bahasa itu bersistem. Artinya
bahasa itu tersusun menurut aturan tertentu. Oleh sebab itu, berbahasa
perlu menaati kaidah atau aturan bahasa yang berlaku. Terkait penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar, sudah diatur dalam Perpres nomor 63 tahun 2019
yang menyatakan bahwa penggunaan bahasa Indonesia harus memenuhi kriteria
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa Indonesia yang baik merupakan
bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan konteks berbahasa dan selaras
dengan nilai sosial masyarakat. Sementara itu, bahasa Indonesia yang benar
merupakan bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia. Berikut penjelasan tentang kriteria bahasa Indonesia yang baik dan
benar.
Kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah
ketetapan memilih ragam bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi (Sugono,
2004:21). Pemilihan ini bertalian dengan topik yang dibicarakan, tujuan
pembicaraan, orang yang diajak berbicara atau pembaca, dan tempat pembicaraan.
Selain itu, bahasa yang baik itu bernalar. Artinya bahasa yang digunakan logis
dan sesuai dengan tata nilai masyarakat.
Lebih lanjut, Sogono (2004:20)
menjelaskan bahwa kriteria yang digunakan untuk penggunaan bahasa yang benar
adalah kaidah bahasa. Kaidah bahasa ini meliputi aspek (1) tata bunyi
(fonologi), (2) tata bahasa (kata dan kalimat), (3) kosakata (termasuk
istilah), (4) ejaan, dan (5) makna.
Tata Bunyi
Bunyi /f/, /v/, dan /z/ sering disalah ucapkan. Oleh karena itu, kata-kata yang benar adalah fajar, fakir (miskin), motif, aktif, variabel, vitamin, evaluasi, zakat, zebra, dan izin, bukan pajar, pakir (miskin), motip, aktip, pariabel, pitamin, epaluasi, jakat, jebra, dan ijin.
Tata Bahasa
Pada aspek tata bahasa, mengenai bentuk kata misalnya bentuk yang benar adalah ubah, mencari, terdesak, mengebut, dan pertanggungjawaban. Dari segi kalimat, pernyataan di bawah ini tidak benar karena tidak mengandung subjek. Kalimat mandiri harus mempunyai subjek, predikat, dan objek.
Kosakata
Pada aspek kosakata, kata-kata seperti bilang, kasih, entar, dan udah lebih baik diganti dalam penggunaan bahasa Indonesia yang benar, yaitu berkata/mengatakan, memberi, sebentar, dan sudah. Dalam hubungannya dengan peristilahan, istilah dampak (impact), bandar udara, keluaran (output), dan pajak tanah (land tax) dipilih sebagai istilah yang benar daripada istilah pengaruh, pelabuhan udara, hasil, dan pajak bumi.
Ejaan
Dari segi ejaan, penulisan yang benar adalah analisis, sistem, objek, jadwal, kualitas, dan hierarki.
Makna
Dari segi makna, penggunaan bahasa yang benar bertalian dengan ketetapan menggunakan kata yang sesuai dengan tuntutan makna. Jadi, penggunaan bahasa yang benar adalah penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa. Perhatikan contoh kalimat berikut.
Anak
gadis itu jalan-jalan di sungai.
Bagi masyarakat Afrika yang mengenal
musim panas (sungai kering), kalimat tersebut dapat diterima. Namun, kalimat
tersebut tidak sesuai dengan tata nilai masyarakat Indonesia sebab tidak cocok
dengan logika penutur bahasa Indonesia. Masalah logika berhubungan juga dengan
alam, tradisi, dan pengalaman penutur bahasa. Jadi, kalimat tersebut tidak baik
bagi penutur bahasa Indonesia walaupun kalimat tersebut benar sesuai dengan
kaidah-kaidah bahasa Indonesia.
Terkait dengan penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar dalam komunikasi lisan mengalami beberapa kendala,
diantaranya sebagai berikut. Pertama,
masuknya budaya asing ke Indonesia. Bahasa Indonesia pada saat ini mulai kehilangan
eksistensinya karena masyarakat mulai mempelajari dan mencampurkan bahasa
Indonesia dengan bahasa asing. Kedua,
penggunaan bahasa prokem. Bahasa prokem merupakan bahasa khas remaja dan
bisa dipahami oleh seluruh remaja di Indonesia yang terjangkau oleh media
massa. Contoh bahasa prokem yang biasa digunakan di kalangan remaja di
antaranya nongki, sabi, kudet, salting,
bucin, gercep, baper, mabar, kuper, pansos, dan lain-lain. Keempat,
penggunaan bahasa daerah. Misalnya dalam dunia pendidikan di tingkat
universitas. Dalam proses pembelajaran masih ada mahasiswa yang menggunakan
bahasa daerah, seharusnya pada saat diskusi atau presentasi mereka menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Persoalan-persoalan di atas perlu
dicari solusinya. Tujuannya agar penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar
tetap diutamakan. Adapun solusi yang ditawarkan terhadap permasalahan di atas,
yaitu. Pertama, konsistensi terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik
dan benar. Konsistensi ini dapat dilihat dari sikap sesorang dalam berbahasa,
diantaranya kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa, dan kesadaran adanya norma
bahasa.
Kedua,
membiasakan diri dengan menggunakan bahasa baku. Penggunaan bahasa baku dalam
komunikasi lisan akan membantu seseorang lebih percaya diri dalam kegiatan yang
bersifat formal. Misalnya pada saat presentasi di depan kelas. Presentasi akan
terlihat meyakinkan jika seseorang menggunakan bahasa baku dalam situasi resmi.
Ketiga,
memperbanyak kosa kata. Pada saat membaca buku,
jurnal, dan artikel ilmiah biasanya terdapat kosakata baru yang belum
dipahami. Kurangnya pemahaman terhadap suatu kata yang dibaca akan berdampak
pada kegagalan dalam memahami isi bacaan secara keseluruhan. Memiliki kosakata
yang banyak akan memaksimalkan seseorang dalam karya tulis dan dapat
mengekpresikan gagasannya kepada orang lain.
Keempat,
peran orang tua, guru, dan lingkungan sosial mengawasi penggunaan bahasa pada
anak. Orang tua dan guru perlu mengontrol bahasa yang digunakan anak. Orang tua
dan guru menjadi contoh bagi anak dalam menggunakan bahasa Indonesia. Selain
itu, lingkungan sosial juga turut mempengaruhi bahasa anak. Anak yang berada di
lingkungan yang menggunakan bahasa Indonesia baku, maka ia akan terbiasa
menggunakan bahasa Indonesia baku.
Jadi, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam
komunikasi lisan harus dibiasakan sejak dini. Sebab masyarakat Indonesia
terdiri atas berbagai suku bangsa dan beragam kebudayaan. Salah satu alat untuk
menyatukan berbagai suku bangsa tersebut yaitu melalui bahasa Indonesia. Pengutamaan bahasa Indonesia sangat penting
dalam komunikasi lisan. Namun, bukan
berarti bahasa daerah dan bahasa asing tidak diperlukan. Artinya, pada saat seseorang
berkomunikasi lisan, maka ia juga perlu memperhatikan konteks situasi dan
konteks budaya. Oleh karena itu, di dalam diri seseorang perlu ditanamkan slogan
”utamakanlah bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa
asing”.
Penulis: Perawati, M.Pd., Mahasiswa S3 Pendidikan Program
Doktor Universitas Riau dan juga Dosen di Universitas Riau.