hTIpzMycazu8OVXZcjDSROIWRajG98XB7J0SBiwW

PELAJAR PANCASILA DALAM PUSARAN GLOBALISASI

Property by freepik

Seputardosen.com--Ajang pemilihan pemuda pelopor nasional tahun 2023 sudah mulai digelar di berbagai provinsi, yang puncaknya anugrah penghargaan pada saat peringatan sumpah pemuda 28 Oktober nanti. Pemilihan pemuda pelopor merupakan apresiasi dan penghargaan pemerintah Indonesia atas keteladanan, prestasi, dan kontribusinya dalam kemajuan masyarakat pada lima bidang utama pembangunan. Joko Susilo adalah salah satu di antara yang dinobatkan sebagai juara pertama pemuda pelopor bidang pendidikan pada 7 Oktober 2022 lalu di Jakarta. Pemuda sederhana dari kecamatan Semanu ini, telah sepuluh tahun fokus pada pengembangan program literasi dan pendidikan di Kabupaten Gunungkidul. Tak hanya Joko Susilo, ada Hamzah Al Fauji pemuda pelopor bidang pangan dari Kutai Kertanegara Kalimantan Timur, yang telah menggerakkan sejumlah pemuda putus sekolah di daerahnya untuk mengembangkan pertanian. Selain mereka, ada ratusan pemuda pelopor dari berbagai daerah dengan masing-masing potensi bidang yang digeluti, siap membagi inspirasi dalam ajang ini.

Ika Wulandari, M. Pd

Sementara di sisi lain, saat para pemuda pelopor konsisten membagikan inspirasinya secara nasional, justru terjadi fenomena degradasi moral remaja yang menjadi keprihatinan bagi bangsa Indonesia. Meningkatnya kasus kekerasan pada remaja dari tahun ke tahun, seperti penyalahgunaan narkoba, tawuran, bulliying, pamer kekayaan, pelecehan seksual, bahkan sampai pada pemukulan berujung kematian, menjadi sorotan di seluruh Indonesia. Salah satunya kasus Mario Dandi anak pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun yang terlibat kasus penganiayaan pada remaja lain, seolah menjadi gong dari sederetan kasus kekerasan pada dunia remaja yang semakin marak di Indonesia hingga tahun 2023 ini. Seperti halnya kasus klitih yang booming di kota pelajar Yogyakarta, kemudian merembet ke kota-kota besar lainnya, hingga kini tak kunjung selesai. Semua kasus tersebut menunjukkan betapa seriusnya masalah kekerasan pada remaja di Indonesia, serta perlu perhatian dari berbagai pihak untuk mencegah dan mengatasi masalah tersebut.

Kekerasan pada remaja merupakan masalah global yang mendunia. Berbagai upaya negara-negara di dunia untuk meminimalkan kekerasan pada remaja telah dilakukan sepenjang tahun. Berdasarkan hasil riset Limber, dkk (2018), “Amerika Serikat, Norwegia dan negara-negara maju lainnya, mampu menurunkan tingkat bullying pada remaja secara signifikan dengan melaksanakan Olweus Bullying Prevention Program yang meliputi upaya pencegahan, intervensi, dan pemulihan pada seluruh warga sekolah”. Indonesia perlu belajar dari keberhasilan program tersebut yang menempatkan peran penting akan perubahan budaya sekolah, dengan fokus pada pencegahan, intervensi, dan partisipasi aktif dari seluruh warga sekolah.

Agar mendapatkan solusi yang tepat, perlu dilakukan analisis akar masalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab fenomena degradasi moral pada remaja ini. Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, tentang studi kekerasan pada anak di Indonesia (2017) terdapat beberapa faktor penyebab kekerasan pada remaja, diantaranya: pola asuh orang tua yang buruk, efek media mempengaruhi remaja bertindak agresif, tekanan lingkar pertemanan yang tidak sehat, kesehatan mental remaja, child abuse yang merupakan siklus anak-anak korban kekerasan menjadi pelaku kekerasan, serta penerapan pendidikan karakter di sekolah yang dinilai kurang efektif. Jika dicermati faktor-faktor penyebab yang mendorong terjadinya kekerasan pada remaja berada pada wilayah tri sentra pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai pusat penyelenggara pendidikan.

Keluarga sebagai pondasi yang pertama dan utama sebagai tempat mendidik budi pekerti, agama, dan sosial. Sedangkan sekolah sebagai tempat belajar ilmu pengetahuan dan ketrampilan. Serta lingkungan yang sangat penting bagi perkembangan kepribadian, yaitu masyarakat sebagai tempat berlatih membentuk watak, karakter, dan kepribadian. Idealnya, ketiga sentra pendidikan tersebut harus berfungsi baik, proporsional, serta saling melengkapi sehingga setiap anak akan berkembang dengan baik secara jasmani dan rohani. Namun faktanya, kekerasan remaja semakin marak dan meresahkan bangsa Indonesia, apa yang terjadi pada tri sentra pendidikan kita?

Pola asuh yang buruk menunjukkan tidak berfungsinya keluarga sebagai pondasi utama pendidikan. Kesibukan orang tua sehingga membebaskan penggunaan gadget tanpa pendampingan, dapat berdampak pada kesehatan mental anak-anak serta memicu tindakan agresif pada anak. Kesadaran dan kepedulian orang tua untuk menjadikan rumah sebagai madrasah bagi anak-anaknya perlu digugah kembali melalui penyuluhan parenting baik itu pada tingkat PKK desa maupun kegiatan darmawanita pada instansi pemerintahan.

Sedangkan di lingkungan sekolah adanya program profil pelajar pancasila, sebagai wujud pelajar sepanjang hayat dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, hendaknya dibudayakan. Selain itu, program pendidikan karakter, sekolah ramah anak, dan sekolah anti perundungan, perlu dikawal sampai tuntas. Sayangnya tak sedikit sekolah yang hanya menjadikannya sebuah seremonial belaka, sehingga praktik-praktik di dalamnya masih jauh dari yang diharapkan.

Akar masalah kekerasan pada remaja ini adalah krisis keteladanan nasional. Keteladanan menjadi kunci utama untuk melakukan perubahan secara mendasar pada tri sentra pendidikan. Mulai dari keteladanan orang tua, guru, kepala sekolah, tokoh masyarakat, tokoh kepemudaan, dan juga para pemimpin sangat diperlukan. Bahkan di era globalisasi dimana informasi mudah didapat melalui media sosial, keteladanan pemimpin daerah, aparatur negara, pejabat pemerintahan, hingga presiden menjadi sorotan publik. Disinilah seluruh rakyat Indonesia perlu belajar dari pemuda pelopor nasional. Pemuda pelopor dari berbagai desa yang umumnya berasal dari kalangan ekonomi menengah, justru sangat sadar akan pentingnya membangun bangsa Indonesia dengan keteladanan nyata.  Pemuda pelopor adalah wujud nyata profil pelajar pancasila. Inspirasi mereka membuat kita semua belajar, memulai aksi nyata dengan keteladanan adalah sebuah solusi jitu, untuk menghentikan degradasi moral bangsa agar tidak semakin kehilangan jati diri.

*Ika Wulandari, M. Pd., Mahasiswa S3 Pendidikan Matematika UPI. Alumni UNY dan UNS. 

Related Posts

Related Posts

Posting Komentar